Fiksi Mini Muara Tragedi, Rekam Kisah Sepakbola

Ruly R, penulis yang kini mukim di Karanganyar, menerbitkan karya terbaru, sekumpulan fiksi mini. Ia menamainya “cerita sangat pendek”. Fiksi mini itu ia beri tajuk Babak Retak/Muara Tragedi, bentuknya tak seperti buku pada umumnya yang dijilid. Ia memilih bentuk seperti kartu, terpisah satu sama lain. Bentuk demikian, ia pilih untuk menebalkan tema utama fiksi mininya, yaitu sepakbola. Redaksi mengobrol ringan dengan Ruly R.

Kenapa tema utamanya mengangkat soal sepakbola, Rul?

Aku suka dan memang penonton sepak bola. Wahaha.

Aku hanya meramaikan saja karena literasi sepak bola di beberapa tempat atau kelompok suporter juga berkembang lebih pesat. Zine masih tetap ada dari dulu hingga sekarang, ada yang garap memanfaatkan media sosial mereka, beberapa masih ada di blog atau web, sampai podcast atau YouTube.

Di Indonesia, fiksi mini kan sangat sendikit yang menulis, ketimbang cerpen atau novel, kenapa memilih medium fiksi mini?

Beberapa teman yang kutemui punya kecenderungan untuk membaca dalam waktu sepintas saja, karena itu aku gunain medium fiksi mini. Menurutku fiksi mini juga punya tantangannya dalam medium yang singkat. Sebenarnya, hal lainnya dan utama karena satu sama lain saling terkait, mediumnya dan juga media kartu yang kugunakan—tidak dalam bentuk buku. Ini juga berhubungan dengan tema yang kugarap.

Muara Tragedi, judulnya, selain tragedi sepakbola luar negeri, apakah juga menyampaikan tragedi sepakbola dalam negeri?

Tentu. Ada beberapa cerita yang mengangkat tragedi sepak bola di Indonesia meski hanya beberapa. Konteks tragedi yang kuangkat tentang sepak bola Indonesia soal Tragedi Kanjuruhan.

Tim sepakbola apa yang didukung?

Aku pendukung Arsenal dan Persija, meski dalam kumpulan fiksi mini ini tak hadir soal klub yang kudukung.

Sebagai seorang yang menyenangi sepakbola, apa kiranya yang pantas disesali &  harus dibenahi dari tragedi Kanjuruhan, sehingga tak terulang lagi di pertandingan lain?

Mungkin terkesan klise. tapi memang benar adanya bahwa tidak ada sepak bola yang sebanding dengan nyawa. Berapapun yang menjadi korban, tragedi itu tidak boleh terulang. Adanya keadilan untuk korban dan keluarga korban haruslah seadil-adilnya. Terkait pembenahan, kita bicara soal sistem. Penanganan pertandingan juga keamanan di stadion lebih ditata, tidak ada lagi kesemena-menaan dari perangkat keamanan pertandingan.

Apakah ada penulis atau karya fiksi mini Indonesia yang disuka?

Beberapa buku fiksi mini Indonesia yang kusuka Bersepeda ke Neraka karyanya Triyanto Triwikromo, Iblis dan Pengelana punya Panji Sukma, juga Kisah-kisah Kecil dan Ganjil punya Agus Noor.

dari luar negeri ada karya fiksi mini/penulis yang disuka?

Buku yang kusuka Matinya Burung-Burung terjemahan Ronny Agustinus. Penulis yang fiksi mininya kusuka Eduardo Galeano.

Pemilihan bentuk penyajian seperti kartu sangat menarik, selain perkara bentuk, ada pertimbangan lain pemilihan bentuk demikian?

Secara umum, masih banyak yang masih menganggap buku itu serius, dianggap “pintar”, dan semacamnya. Sajian kartu untuk mengurangi anggapan “serius” itu sendiri, meski secara konten dan konteks tulisan tetap serius dalam penggarapannya.

Pertimbangan lain, kartu mungkin lebih dianggap sebagai permainan yang juga bukan sekadar permainan, sebagaimana sepakbola juga. Aku lebih ingin eksplorasi dari segi bentuk karena inginnya main-main, kelonggaran, dan sedikit kebebasan. Selama proses juga dipengaruhi konsep penggarapan zine juga.

Perkembangan fiksi mini di indonesia menurutmu, gimana? di satu sisi, iya betul daya baca manusia menurun, suka baca yang singkat-singkat, dipengaruhi kebiasaan baca caption di media sosial, yang seharusnya membuka peluang apresiasi fiksi mini yang luas & tinggi. Di sisi lain, nyatanya media arus utama dominan memberikan ruang ke cerpen pendek (short short story). Sepengalamanku, baru Kalam, media arus utama & disegani, yang menerima fiksi mini.

Memang secara perkembangan belum jauh. Dulu sempat marak muncul di Twitter di 2010 atau 2011, tapi sekarang ya ndak ada lagi. Aku sepakat kalau media arus utama dominan belum memberi banyak ruang untuk fiksi mini, sampai juga akhirnya belum banyak penulis yang mempublikasikan karya fiksi mininya. Beberapa kelompok atau komunitas atau kelas fiksi mini sebenarnya ada.

Mungkin kalau semakin bertambah media yang mau menayangkan fiksi mini, diiringi kurasi yang ketat dan penghargaan yang layak, harusnya perkembangan fiksi mini akan kembali masif dan kualitasnya terjamin. magrib.id sempat menayangkan fiksi mini juga, tetapi ndak terlalu tahu aku sekarang. Dulu ada juga cuap.in yang menayangkan fiksi mini, tapi udah lama nggak lagi upload. Soal ruang untuk fiksi mini akhirnya jadi tantangan, karena seiring waktu juga semakin berpeluang membuka ruang atau alternatif baru.

Terima kasih, Rul. Sampai jumpa di karya selanjutnya.

Check Also

iZine Bermain: Zine yang Tidak Main-Main

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *