
Belakangan ini media sosial berseliweran sebuah aksi yang dapat dikategorikan sebagai gerakan sosial. Menjelang hari kemerdekaan sebuah republik ke-80, ramai ajakan untuk mengibarkan salah satu bentuk bendera fiksi yaitu “Jolly Roger” atau bendera dari salah satu anime populer dari Jepang, yaitu One Piece. Bahkan di beberapa platform media sosial telah ada beberapa kelompok yang mengibarkan bendera ini dan kemudian menjadi viral. Beberapa video viral juga menunjukkan bermacam kelompok yang sudah ditindaklanjuti secara hukum karena mengibarkan bendera Mugiwara itu. Tentunya ini menjadi sangat menarik di tengah ketidakterbukaan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan saat ini.
Bagi banyak fans serial ini, Jolly Roger bukan sekadar simbol bajak laut, ia adalah lambang perlawanan, kebebasan, dan harapan. One Piece merupakan anime yang berusaha melawan kebobrokan sistem pemerintahan di dunia fiksi dan bisa jadi banyak dari masyarakat di dunia nyata yang merasa terwakili oleh semangat tersebut saat melihat kondisi akhir-akhir ini. Jolly Roger Mugiwara dijadikan sebagai simbol untuk melawan juga sama seperti di serialnya. Perlawanan ini tidaklah dengan kekerasan dan aksi massa, tetapi cukup hanya dengan mengibarkan benderanya saja (kelompok dari karakter utama, yaitu kelompok bajak laut Luffy).
One Piece, karya Eiichiro Oda, adalah salah satu manga dan anime terpopuler sepanjang masa. Namun bagi penggemarnya yang sudah mengikuti perjalanan serial One Piece, cerita ini bukan sekadar soal petualangan mencari harta karun legendaris bernama One Piece itu sendiri. Dunia One Piece adalah kiasan dunia nyata: penuh dengan ketidakadilan, kekuasaan absolut, dan sejarah yang sengaja dikubur demi mempertahankan status quo. Di dalam cerita ini juga dunia dikuasai oleh entitas besar bernama Pemerintah Dunia (World Government), organisasi global yang dibentuk dari aliansi 20 kerajaan kuno. Mereka bukan penjaga kedamaian, melainkan pengendali sejarah dan kekuasaan. Pemerintah Dunia menciptakan kasta tertinggi yang disebut sebagai Naga Langit (Tenryuubito). Sekelompok elit yang tidak bisa disentuh hukum, hidup di atas penderitaan rakyat, dan bertindak sewenang-wenang tanpa pertanggungjawaban. Mereka menyensor sejarah (kek kenal, ya, kan…program menteri siapa, ya, kan…), menghancurkan siapa pun yang berusaha mencari kebenaran, dan menjadikan rakyat biasa sebagai pion dalam permainan politik yang rakus dan brutal.
Tenryuubito adalah potret ekstrim dari elitisme yang arogan. Mereka hidup dalam gelembung mewah, memakai pakaian aneh agar tidak menghirup udara “rakyat jelata”, dan memperlakukan orang biasa seperti budak. Jika ada yang menyentuh mereka bahkan hanya menyentuh bajunya maka seluruh pasukan pemerintah akan dikirim untuk memusnahkan “pelaku”. Ciri-ciri mereka ialah kebal hukum, memiliki hak istimewa yang tidak rasional, tidak bisa dikritik, menindas tanpa mereka sadari, semuanya terdengar seperti metafora dari elit-elit di dunia nyata di sebuah negara, ya, kan? hehe
Salah satu inti cerita di One Piece adalah pencarian akan kebenaran sejarah yang tersembunyi. Kebenaran itu tertulis dalam artefak kuno yang disebut “Poneglyph”. Namun membaca Poneglyph adalah tindakan ilegal. Pemerintah Dunia melarang siapapun mempelajarinya bahkan di alur ceritanya pemerintah berani untuk membantai seluruh klan Ohara karena mereka berusaha membuka isi sejarah tersebut. Mengapa sejarah dilarang dibaca? Karena sejarah menyimpan kebenaran, dan kebenaran mengancam kekuasaan. Inilah kritik sosial yang dibungkus rapi dalam fiksi. Sebab dalam banyak masyarakat, termasuk di dunia nyata, kebenaran seringkali dibungkam karena menyentil kepentingan penguasa.
Mugiwara: Simbol Bajak Laut, Simbol Kemerdekaan
Di tengah dunia yang kacau ini, muncullah Monkey D. Luffy dan krunya, Bajak Laut Topi Jerami (Mugiwara Pirates). Mereka bukan bajak laut perusak dan perampok seperti stereotip dari cerita perjalanan bajak laut yang sudah-sudah. Mereka adalah kebalikannya, mereka sebagai pembebas. Mereka secara lantang dan terang–terangan menentang Pemerintah Dunia, menyelamatkan rakyat dari penindasan, dan menghancurkan sistem yang menindas. Bendera mereka dengan gambar tengkorak dengan topi jerami yang dikenal sebagai Jolly Roger bukan hanya sebagai simbol kelompok, melainkan simbol perlawanan terhadap tatanan dunia yang rusak.
Sebagai bukti banyak wilayah yang mereka datangi dan dibebaskan dari penindasan dan perbudakan. Sebut saja seperti Alabasta, sebuah negara yang dijajah oleh seorang Schibukai yang menjadi penindas. Pulau manusia ikan yang mana ras manusia ikan menjadi ras yang diperbudak dan menjadi kelompok yang didiskriminasi. Atau juga cerita di negeri Wani yang negerinya dijajah oleh sebuah penguasa yang tirani yang kemudian bersekongkol dengan seorang Yonko yang kejam untuk memeras rakyatnya. Di tiap arc berusaha untuk menampilkan Luffy dan kru Mugiwara yang hadir bukan untuk menguasai, tapi membebaskan.
Kenapa Jolly Roger ditakuti oleh pemerintah?
Ketika masyarakat sudah mulai mengibarkan bendera Mugiwara menjelang Hari Kemerdekaan, sebagian orang di posisi kekuasaan mungkin akan merasa gerah. Mereka melihatnya bukan sebagai hiburan atau nostalgia, tapi sebagai ancaman simbolik. Atau mungkin bisa saja beralibi bahwa simbol ini akan membuat negara menjadi kacau. Yang sebenarnya dibawa oleh simbol itu adalah perlawanan, kebebasan, kesadaran dan juga harapan. Simbol itu mengatakan: “Kami tidak tunduk pada sistem yang menindas.”
Bagi saya, ini bukan sekadar aksi “iseng”. Ini adalah cermin kegelisahan kolektif. Kegelisahan karena hukum terasa tumpul ke atas. Kegelisahan karena kritik dianggap makar. Kegelisahan karena merasa negara ini hanya merdeka secara simbolis, tetapi belum sepenuhnya membebaskan rakyatnya dari ketidakadilan sosial dan ekonomi. Dan ketika ruang untuk menyuarakan keresahan dibatasi, ketika suara dibungkam dengan pasal-pasal karet, ketika rasa kecewa tidak bisa dituangkan lewat saluran resmi maka yang tersisa hanyalah simbol. Itulah yang dilakukan rakyat dengan mengibarkan Jolly Roger: melawan dengan cara paling damai yang bisa mereka temukan.
Ironisnya, bahkan tindakan itu pun dianggap mengancam. Padahal, yang mereka guncang bukan bangunan fisik negara, tetapi rasa nyaman penguasa yang sudah terlalu lama duduk tanpa mau mendengar. Jadi, jika ada yang takut pada bendera bergambar tengkorak dari anime, mungkin yang sebenarnya ditakuti adalah pesan di baliknya: bahwa rakyat mulai sadar, bahwa mereka berhak melawan: bersuara. Dengan keberanian untuk berkata: “Kami sudah muak.” Padahal jika disikapi dengan bijak, simbol ini bisa menjadi bentuk refleksi pemerintahan saat ini, dan bukan sebagai bentuk ancaman.
Biodata Penulis: Alfin D. Rahmawan Penulis lepas kelahiran Pangkalpinang, fokus pada Kajian Media dan sesekali berkamuflase sebagai konten kreator. Tulisan buku yang dibuat “Ruang Siber & Identitas, Semua dalam Genggaman” dan buku bergenre Self Improvement “Don’t Panic, Put Yourself First”