Batin Tikal Pejuang dari Kampung Gudang: Buku yang (sangat) Butuh Editor

Setelah membaca buku Batin Tikal Pejuang dari Kampung Gudang tulisan Akhmad Elvian, selanjutnya disingkat AE, saya menemukan beberapa hal dari buku ini.  Buku ini dicetak pertama kali, Februari 2023 tanpa adanya editor atau pemeriksa aksara pada halaman kolofon.

Saya menduga, AE tidak menggunakan editor lagi karena sudah melewati tahap editing pribadi. Namun, ketiadaan editor tersebut membuat buku ini, banyak (sekali) kekurangannya. Bahkan beberapa kesalahan menjadi fatal.

Mula-mula, saya amati kesalahan teknis penulisan, semisal penggunaan “di” yang tidak tepat, ketiadaan tanda baca, titik dan koma di beberapa bagian, diksi-diksi yang tidak baku semisal “isteri”, maupun diksi rancu semisal “keletakan”.

Selanjutnya, tidak konsistensi dalam penyebutan nama tempat, contohnya:

  • “Pring” & “Pering”
  • “Ballar” & “Balar”
  • “Permisang”, “Permesang”, “Permissan”
  • “Kepo” & “Keppo”

Terdapat pengulang berkali-kali “Koeboebangka atau Kotabangka atau Bangkakota”, yang membuat pengalaman membaca jadi menjenuhkan.

Soalan tidak konsistensi juga pada penyebutan nama orang, contohnya antara “Ma Sarinah”, “Ma Cirbu” dan “Mah Sarinah”, “Mah Cirbu”. Terdapat ketidaktepatan penulisan nama perintis penyebaran agama Katolik di Bangka. AE menulisnya sebagai Tsen On Ngie, padahal jika mengutip website hidupkatolik.com, penulisannya yaitu, Tjen On Ngie.

Terdapat pula kalimat yang rancu, seperti berikut:

  • pada halaman v prakata, “Para Depati di pulau Bangka dibawahkan oleh seorang Tumenggung”. Apa yang dimaksud dengan “dibawahkan”?
  • “Batin Tikal selama hampir tiga bulan telah memberikan tempat perlindungan dan makan kepada para pemberontak, dan Ia selalu menjalin hubungan dengan para penjahat (pemberontak pengikut Amir) dikala malam tiba.” Penggunaan diksi “penjahat” bisa membuat pembaca salah memaknai kalimat itu dan berdampak pada citra Batin Tikal.

Jika ditinjau dari sisi pengutipan, banyak pengutipan yang tidak jelas batas awal dan akhirnya sampai mana. Ini sangat membingungkan pembaca. Buku ini adalah sekumpulan kutipan yang membingungkan, tidak disusun dan terangkai dengan baik.

Pengutipan mentah-mentah dari Wieringa, yang menggunakan diksi dan susunan kalimat dari masa lalu, sulit untuk dipahami. Semisal AE ingin mengutip mentah-mentah data dari Wieringa, harusnya ia juga menyampaikan dalam versi susunan kalimat hari ini, sehingga pembaca tidak menerka-nerka.

Pada halaman 64, paragraf “Batin Tikal menyampaikan kepada sultan agar membantu mereka berperang melawan Belanda, akan tetapi sultan Palembang tidak dapat membantu…”. AE tidak menyertakan bukti konkret berupa surat atau semacamnya, jika data bagian paragraf utuh ini nyatanya tak ada, maka ini bisa menjadi karya fiksi, dan sudah melenceng dari sifat kesejarahan.

AE juga tidak mengutip pohon silsilah Batin Tikal yang sudah jelas disampaikan oleh pihak keluarga di buku Menguak Sejarah Timah di Bangka Belitung gubahan sejarawan Erwiza Erman. Padahal pada prakata halaman viii, AE sudah menyadari “minimnya sumber-sumber dan bahan sejarah terutama dalam bentuk tulisan”. Dari buku ini juga kita dapat mengetahui, AE tidak menyajikan penuh-seluruh data dari peneliti sebelumnya. AE juga tidak melibatkan keturunan Batin Tikal, Tubagus Budhi Firbany selaku pihak keluarga dan pemilik data silsilah di buku Erwiza Erman.

Judul “Batin Tikal Pejuang dari Kampung Gudang”, rasa-rasanya kurang cocok dan terlalu dipaksakan, sebab pembahasan soal Batin Tikal sangat minim. Bahkan pada bab “Batin Tikal, Pejuang dari Kampung Gudang”, juga minim. Bab lain, misalnya bab “Batin-Batin Pulau Bangka” dan bab “Akhir Perjuangan” tidak membahas Batin Tikal secara khusus. Hanya bab pertama yang khusus membahas “Wilayah Perjuangan Batin Tikal”.

Banyak kesalahan tak perlu ini jadi ironis, karena pada halaman xi, AE menulis “buku ini merupakan cetakan Kedua untuk penyempurnaan buku pada cetakan Pertama agar lebih sempurna susunannya.” Saya jadi menduga-duga, “penyempurnaan” apa yang sebenarnya dilakukan si penulis?


Peresensi

Jemi Batin Tikal belajar menulis puisi, cerita pendek & esai. Mengisi harinya dengan membaca, buruh di penerbitan & mengeditori buku. Kumpulan puisi Yang Tidak Mereka Bicarakan Ketika Mereka Berbicara Tentang Cinta terbit Oktober 2023 adalah buku puisi pertamanya. Buku tersebut dipamerkan dalam festival “The Voices of Archipelago” di Broonbek Museum, Belanda, Mei 2024. Ia sedang mengerjakan buku puisi kedua. Penulis bisa dihubungi via media sosial Instagram/Facebook: @jemibatintikal & surel batintikalj@gmail.com

Check Also

Merpati Balap: Kesetiaan, Persaingan, dan Romantisme Jaket Kupluk

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *