Edensor
aku menunggunya sepanjang musim salju
di kastil tua ini, edensor
mendekap mimpiku
meski ia tak kunjung datang
beku lantai, angin lambat
kabut kusut, aku sendiri
seperti jembatan chatsworth
di atas jernih sungai
kutulis sajak jenuh,
mungkin
di bangku tua
dengan wangsa hitam tinta
menempuh gugur dingin
menjelang hari dini
dari balik gorden ini, edensor
dengan kumuh luka
kata-kata
Purwokerto, 2024
Logawa
; buat kamandaka
di tanah yang tak teraba ini
masa lampau hitam lebam,
di ratusan tahun silam
matahari lepas
dan sore seakan lambat
di tepi logawa ini
sejarah adalah pecahan musim
dan angin merambat
lewat celah batu kali
ketika daun kering dan ikan
menembus arus,
senja menentukan tempat
dan sehampar kabut merangkai sepi
pada bentang detik
ia pun tiba
dengan bunga setaman
ke tangan perempuan suci
akhirnya,
waktu menghentikan kesedihan,
menyusun tebal
kebahagiaan
Purwokerto, 2024
Arosa Pagi Hari
angin dan mendung menjadi penawar kesedihan
sejak kepergiannya adalah kesunyian terbesarku
arosa, dengan musim dingin sendu
kulilitkan syal pada leher
sedang air mata gugur pada dada
aku menyebutnya sebagai rindu yang berkabut
di atas pegunungan, salju leleh
menjadi sungai-sungai bahasa
yang tak akan timpas
dan aku terus menduga,
camar-camar yang menjerit
di ujung menara itu
berulang kali telah lebam
ditampar badai salju
bibirku gemetar
seusai sloki dituangkan
dan sekelumit pertanyaan
tentang perpisahan
muskil bertemu jawaban
arosa, gigil lewat sia-sia
aku masih menjadi penunggu
meski tahu, luka kelewat lebar
di hadapan takdir dan batas musim
Purwokerto, 2024
Zakiyyatul Fuadah lahir di Purworejo, Jawa Tengah. Mahasiswi Sastra di Unsoed Purwokerto. Menulis puisi sejak Tsanawiyah dan tersiar di pelbagai media cetak maupun daring. Ia bisa dihubungi via instagram: zakiyyafdh_