Menyenandungkan Juga Waktu: Album Musikalisasi Puisi Jejak Imaji

Penampilan Musikalisasi Jejak Imaji

Jejak Imaji dikenal masyarakat luas sebagai kelompok belajar sastra. Orang-orang datang untuk belajar menulis puisi, cerita pendek, esai, dan sebagainya. Namun, kegiatan di dalamnya tidak melulu tentang kerja-kerja kepenulisan, salah satunya adalah kegiatan bermusik. Beberapa anggotanya aktif dalam mencipta dan memainkan musik. Kendati masih dalam lingkup sastra, maka musik-musik yang diracik dan diolah sebagian besar berbahan dasar puisi. Hingga saat ini sudah lebih dari tiga puluh karya musik yang berangkat dari puisi.

Terdapat delapan lagu yang dipilih dan dimuat dalam album Juga Waktu. Peluncuran album tersebut diadakan pada hari pertama Langgeng: Perayaan 1 Dekade Jejak Imaji, yakni Sabtu, 20 Juli 2024 di Sekretariat Jejak Imaji. Adapun judul-judul karya yang dibawakan di antaranya “Kangen” puisi W.S. Rendra, “Kau telah Berubah menjadi Abadi” puisi Nana Ernawati, “Satu” puisi Yuliani Kumudaswari, “Obituari Ingatan” puisi Faisal Oddang, “Sunyi Cintaku” puisi Krismarliyanti, “Juga Waktu” puisi Subagio Sastrowardoyo, “Un Recuerdo” puisi Iqbal H. Saputra, serta “Surat buat Emak” puisi Kedung Darma Romansha. Penampil pada malam hari ini terdiri dari tiga vokalis, yaitu Sule Subaweh, Mira, dan Cahya, serta tujuh pemain instrumen yang terdiri dari Bangun (gitar), Aza (keyboard), Lintang (cello), Zen (biola), Refaldy (biola), Saroja (biola dan cajon), dan Fahru (bass).

Penampilan Musikalisasi Jejak Imaji

.

Lagu “Kangen” diawali dengan alunan nada dari instrumen cello yang mengalir tenang. Selang dua kalimat melodi, keyboard memainkan intro utama bersama dengan biola, disusul gitar, bass dan cajon yang menaikkan beat. Melalui lirik yang berbunyi “menghadapi kemerdekaan tanpa cinta”, lagu ini dapat dimaknai sebagai sebuah kritik terhadap bangsa Indonesia yang telah merdeka, tetapi tidak semua warga negaranya memiliki kecintaan terhadap tanah airnya. Meski begitu, interpretasi lagu ini juga dapat dimaknai sebagai kerinduan dan kesepian karena ditinggalkan seseorang.

Beberapa lagu berikutnya memiliki makna yang hampir mirip dengan lagu pertama, yaitu tentang kerinduan, kehilangan, dan kenangan masa lalu. Seperti pada lagu “Satu” yang bermakna sebuah penantian terhadap seseorang untuk datang dan kembali bercengkrama. Disusul lagu “Kau telah Berubah menjadi Abadi” yang menceritakan perasaan kehilangan yang teramat dalam karena ditinggal seseorang untuk selama-lamanya. Kerinduan dan kenangan pun masih menjadi perasaan yang dituangkan kembali dalam lagu “Obituari Ingatan” yang dinyanyikan oleh Mira dengan karakter suara tinggi dan unik, serta “Sunyi Cintaku” yang dibawakan oleh Cahya.

masyarakat melihat penampilan musikalisasi Jejak Imaji

.

Makna yang berbeda kemudian diungkapkan melalui tiga lagu terakhir. “Juga Waktu” memuat pesan bahwa segala sesuatu di dunia ini hanyalah sementara. Penampilan disusul oleh lagu berikutnya, yaitu “Un Recuerdo”, lagu ini menjadi satu-satunya lagu dalam album ini yang berangkat dari puisi karya anggota Jejak Imaji. Di pertengahan lagu, Iqbal H. Saputra maju ke panggung dan membaca secuplik puisinya.

Rangkaian penampilan tersebut ditutup dengan lagu “Surat buat Emak”. Uniknya, meski dibawakan terakhir, Sule Subaweh menyampaikan bahwa puisi karya Kedung Darma Romansha tersebut merupakan puisi pertama yang digarap menjadi musik dan menjadi cikal bakal gaya bermusik Jejak Imaji. Puisi ini diserahkan pada tahun 2014, lalu dikerjakan pada tahun 2015, dan pertama dipentaskan pada 2016. Kedung Darma Romansha sebagai penulis dari puisi tersebut hadir dan turut membaca bagian tengah dari puisinya tersebut.

Orasi Iqbal H. Saputra

.

Sebelum peluncuran album Juga Waktu, Iqbal H. Saputra menyampaikan orasi budaya. Orasi tersebut mengarisbawahi tiga hal penting. Pertama, pendidikan formal seharusnya dapat memfasilitasi ruang belajar yang luas dan terbuka, dalam artian bahwa ilmu yang diberikan oleh para pendidik dan ilmu yang didapatkan oleh pelajar tidak dibatasi oleh kebijakan kurikulum, sehingga pelajar dapat mengembangkan potensi dan minat yang terpendam dalam dirinya. Kedua, pertanggungjawaban terhadap kesempatan mengenyam pendidikan formal perlu dicamkan oleh para pelajar dengan cara bersungguh-sungguh memperdalam ilmu yang didapatkannya. Ketiga, karya seni dan sastra hendaknya mengandung kebermanfaatan bagi peradaban manusia.

Reporter: Aqilah Mumtaza
Foto: Tim Dokumentasi Jejak Imaji

Check Also

Armageddon: Mendengarkan Kekacauan Akhir Zaman dalam Album Perdana Horush

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *