–
Bulan Zine Internasional yang dirayakan tiap bulan Juli, juga merayakan majalah dan fanzine bawah tanah yang dengan cepat menjadi populer di perpustakaan. Budaya Zine telah mencakup fiksi ilmiah & gerakan perlawanan. Zine telah berhasil menangani masalah pribadi dan politik serta membentuk opini ratusan orang.
Bulan Zine Internasional dimulai pada tahun 2009 oleh Alex Wrekk, pencipta Brainscan Zine. Studi yang dilakukan oleh Barnard College Zine Library di New York City menunjukkan bahwa setidaknya terdapat 138 perpustakaan di Amerika Serikat yang memiliki banyak koleksi zine. Zine dan judul-judul yang diterbitkan secara independen menarik perhatian generasi muda dan menarik banyak orang ke perpustakaan.
Zine bukanlah sebuah konsep baru, dan sudah ada selama hampir seratus tahun. Zine fiksi ilmiah pertama diterbitkan pada tahun 1930 dan diberi judul “The Comet.” Itu diterbitkan oleh Science Correspondence Club di Chicago. Sama seperti buku, zine juga membina komunitas. Ini adalah media yang bagus bagi pembaca dan penulis untuk berkumpul tanpa harus mengkhawatirkan penjualan dan keuntungan buku.
Pergerakan zine terus berkembang dan dalam waktu dekat sebagian besar perpustakaan di seluruh Amerika akan memiliki koleksi zine khusus di rak mereka. Sedangkan di Indonesia sendiri, zine masih dipandang gerakan sebelah mata oleh sebagian orang. Padahal zine yang “sebelah mata” ini telah membentuk budaya komunal intelektual dari bawah, dari pinggir, menyusur anak-anak muda, dan (berupaya) menjangkau publik yang lebih luas.
Salah satu yang menyemarakkan Bulan Zine Internasional ialah Kakofoni. Mereka mengusung tajuk “Serangan Zine Kakofoni” yang dilaksanakan pada 13 & 14 Juli di Tulungagung. Obrolan mengenai wacana zine juga dihadirkan ke kota sekitar, Kediri & Blitar. Terdapat berbagai kegiatan yang dirancang Kakofoni, agar perayaan ini tak hanya berhenti pada “memajang” zine belaka, yaitu lapak baca, lokakarya & rilis zine, bincang buku, hingga serangan layar.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai “Serangan Zine”, Jemi Batin Tikal mewawancarai Iiw Tualang, penunggu Kakofoni & inisiator acara.
.
Hallo, kak Iiw, Ini Serangan Zine volume ke berapa, kak? Dan apakah ada momentum tertentu yang melatarbelakangi?
Hallo Jemi, salam kenal.
International Zine Month, itu dia momentumnya. Semacam “bulan besar” para penggiat zine di seluruh dunia. Kalau pakai nama Kakofoni dan di Kakofoni, ini acara Serangan Zine pertama. Sebelumnya pakai nama Kolaborazin (Tulungagung, Juli 2018) dan Selebrazine (Ponorogo, Agustus 2019). Sisanya paling kolaborasi-kolaborasi acara lokakarya Zine.
Saat ini, ketika segala bentuk produk tulisan beralih ke ruang digital atau buku cetak konvensional (ada ISBN, penerbit, dll), kira-kira posisi zine seperti apa & apakah tetap relevan?
Justru akan semakin ramai dan berkembang biak mengikuti perkembangan zaman. Dulu di awal-awal masuk ke sini (Indonesia), zine rata-rata dibikin dengan teknik cut and paste ala kolase, tapi dengan perkembangan zaman sekarang, dengan ponsel di tangan, zine sudah bisa dibikin dengan gampang lewat aplikasi macam Canva misalnya.
Pun jalur distribusi semakin ramai, yang mendompleng arus digital semakin dipermudah dengan cukup menyebarkan PDF misalnya. Tidak susah payah lagi mesti dikirimkan. Jadi posisi zine saya perhatikan bakal semakin maju dan berkembang dengan segala eksplorasi dan kemampuannya beradaptasi dengan kemajuan zaman.
.
Sebenarnya apa spirit yang ingin dibawa oleh zine hari ini, apakah masih sama dengan masa-masa sebelumnya?
Spirit? Sepertinya lebih beragam, ya, dan tentu berbeda dengan masa-masa sebelumnya, contohnya era gelombang pertama zine berkembang di sini. Dulu kan spirit bikin zine itu lebih sebagai corong publikasi, biografi band, profil tongkrongan musik, review album, review zine lainnya, gigs report, kabar-kabar seputar band dan skena, atau yang gak jauh-jauh dari situ.
Sedangkan kalau sekarang kan lebih bervariasi, baik bentuk, isi, bahan, maupun maksud tujuannya. Ada yang menjadikan zine sebagai media perlawanan, wahana eksplorasi karya seni, latihan bersastra lewat puisi dan cerpen, ada juga yang iseng-iseng menerjemahkan karya asing, banyak pula yang sekadar curhatan, dan sebagainya. Tak terbatas.
Zine yang dipamerkan dalam Serangan Zine, dominan mengangkat isu apa & kiranya mengapa isu tersebut banyak dituliskan?
Kalau yang dipamerkan di SERANGAN ZINE KAKOFONI sih gak ada batasan tertentu, ya. Karena ini baru pembuka, semacam merayakan aneka macam jenis zine tadi, jadi zine apa saja dipajang: musik, ideologi, sepakbola, seni rupa, fotografi, perlawanan, feminisme, tentang hewan peliharaan, buku, dan banyak lagi.
Metode persebaran zine mengutamakan “bawah tanah” & tersegmentasi, kiranya apakah hal tersebut efektif untuk menyuarakan isu-isu tertentu? Pertanyaan ini muncul karena ada selentingan yang mengatakan bahwa jangkauan zine tidak luas & tidak efektif untuk “melawan”.
Ini pertanyaan yang juga sering muncul ketika dibuka sesi diskusi tentang zine. Dulu ketika arus informasi tidak semasif dan secepat sekarang tersebab efek dunia digital, saya rasa fungsi zine cukup efektif, karena spirit yang dibawa pun dulu gak neko-neko, sebatas sebagai media alternatif penyebar informasi dan publikasi seputar aktivitas “bawah tanah” karena tak tersorot media besar.
Sedang sekarang, dengan banyaknya kanal-kanal informasi, apalagi media sosial yang semua serba cepat dan luas daya jangkaunya, tentu memang tidak efektif lagi kalau tujuannya untuk “melawan” atau membangun kesadaran dalam skala besar. Artinya, tetap harus dibikin inovasi baru, dikolaborasikan, misalnya dengan media sosial.
Format zine tetap bikin, baik cetak fisik ataupun PDF-nya, tetapi publikasi, promosi tentang zine tersebut berikut propaganda tentang isu yang dibawa, saya rasa tetap mesti didukung media online ataupun media sosial tadi. Di sini nantinya zine tersebut juga bisa berfungsi sebagai arsip dokumentasi. Contoh zine-zine yang dirilis kawan-kawan Bandung untuk Dago Elos dan Tamansari Melawan. Cetak fisiknya laku keras, bahkan uang penjualan (donasi) zine bisa disumbangkan ke warga terdampak. Kemudian zine-zine cetak yang sudah tersebar tadi itu bisa dibaca pula di lapakan perpustakaan-perpustakaan jalanan berbagai daerah. Berarti tetap masih ada sisi efektifnya meski tak seviral konten-konten receh di medsos, hahaha.