Komunitas sastra di Yogyakarta telah lama menjadi bagian penting dari kehidupan budaya kota ini. Sejak paruh akhir 60-an, kita mengenal Persada Studi Klub (PSK), sebuah komunitas sastra di Yogyakarta yang melahirkan sastrawan-sastrawan besar di Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, dinamika komunitas sastra mengalami pasang surut dalam eksistensinya. Hal tersebut kemudian menjadi topik diskusi pada acara Perayaan Pinggir Kali di sekretariat Jejak Imaji, Yogyakarta. Meski diguyur rintik gerimis, perbincangan yang diadakan pada 31 Desember 2024 itu dihangatkan oleh para pembicara yaitu Umi Kulsum, Zsa Zsa Yusharyahya, Bayu Aji Setiawan, serta dimoderatori oleh Adzana Aqsa.
Umi Kulsum merupakan salah satu penyair yang cukup aktif berkegiatan dalam komunitas sastra. Bermula pada tahun 2009, ia bergabung di komunitas Malam Sastra Malioboro yang digawangi oleh Wahyono Giri Mowocipto dan Puntung CM Punjadi. Lalu pada tahun 2011, Ia diajak oleh Budi Wiryawan untuk menghidupkan komunitas sastra di Bantul dengan mengadakan acara Sastra Bulan Purnama. Secara konsisten setiap satu bulan sekali, Sastra Bulan Purnama masih terus diadakan hingga saat ini untuk menghidupkan kegiatan sastra di Bantul.
Sebelum pandemi, berbagai komunitas sastra sangat gencar mengadakan kegiatan, hingga jadwal kegiatan sering kali bersamaan. Umi menyebut beberapa komunitas seperti Studio Pertunjukan Sastra (SPS), Komunitas Sastra Pendopo (KSP), serta Ngopinyastro. Menurut Umi, komitmen dan tujuan harus dimiliki oleh sebuah komunitas sebagai landasan eksistensinya. Ia juga berpendapat bahwa dua-tiga orang yang militan juga sangat dibutuhkan untuk merawat komunitas agar berumur panjang di kala para anggota lain mengalami degradasi semangat dalam menghidupkan kegiatan di komunitas.
Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang signifikan pada komunitas-komunitas sastra di Yogyakarta. “Banyak kegiatan diskusi dan acara sastra yang terhenti karena pembatasan sosial dan kesulitan bertemu secara langsung,” ungkap Bayu Aji Setiawan, ketua komunitas Jejak Imaji. Bayu pun menyoroti pentingnya komunitas sebagai ruang untuk berdiskusi dan berdialektika.
Sebagai salah satu komunitas sastra, Jejak Imaji menyediakan ruang bagi para anggotanya untuk meningkatkan kemampuan menulis maupun kemampuan berorganisasi. Melalui berbagai kegiatan, seperti diskusi dan pelatihan menulis.
Zsa Zsa Yusharyahya, anggota dari komunitas Radio Buku menyoroti soalan finansial jadi kelemahan komunitas. “Semua problem di komunitas berkaitan dengan finansial, biasanya kita mencari pendanaan atau swadaya sendiri. Namun, sebelum masuk ke permasalahan finansial, kita harus memiliki semangat.”
Ia mengungkapkan motivasinya untuk bergabung dengan komunitas sastra adalah untuk belajar menulis. Sama seperti Jejak Imaji, Radio Buku turut mengambil peran dalam pengembangan kemampuan kepenulisan lewat pelatihan menulis. Pelatihan diadakan selama tiga bulan dan dimentori oleh penulis yang kredibel, seperti Muhidin M Dahlan. Pelatihan tersebut juga bersifat non-profit.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, seperti masalah finansial dan pergeseran dinamika sosial, komunitas-komunitas sastra di Yogyakarta tetap menunjukkan semangat dan militansi yang tinggi. Semangat untuk berdiskusi, berkarya, dan menjaga keberlanjutan sastra harus terus dipertahankan, baik oleh generasi lama maupun generasi baru. Komunitas-komunitas seperti Jejak Imaji, Sastra Bulan Purnama, dan Radio Buku menunjukkan bahwa meskipun ada kesulitan, semangat untuk berbagi pengetahuan dan berkarya akan selalu menemukan jalannya. Dengan komitmen dan militansi, nyala sastra di Yogyakarta akan tetap terang, menginspirasi banyak orang untuk terus belajar dan berkarya.
Perayaan Pinggir Kali 2024 Jejak Imaji dimeriahkan dengan pembacaan puisi dari Teater 42 dan Komunitas Kutub, penampilan musik dari Jejak Imaji, Riyualam, Sanggar Nuun, Daffa Randai, serta dramatic reading dari Sasmita KMSI UNY.
Penulis: Aqilah Mumtaza
Pemeriksa Aksara: Jemi Batin Tikal
Foto: Wijatmiko & Bagus