
–
Proses berkarya para seniman selalu menjadi topik yang menarik untuk dikupas. Selain melalui interpretasi pribadi, makna yang tersembunyi dalam sebuah karya dapat tersingkap melalui perbincangan bersama pencipta karya tersebut. Topik itulah yang diangkat dalam acara Bincang Seni pada 28 Juli 2024 di Sekretariat Jejak Imaji. Para pembicara merupakan sekelumit seniman yang terlibat dalam Pameran: Membaca Jokpin, salah satu agenda dalam rangkaian acara Langgeng: Perayaan 1 Dekade Jejak Imaji. Mereka adalah Komang Ira Puspitaningsih, Imarafsah Mutyaningtyas, dan Polanco S. Achri, dipandu oleh Fathurahman Ramadhan selaku moderator.
Komang Ira memaparkan proses keterlibatannya dalam pameran hingga terciptanya sebuah karya instalasi berjudul “Cili Jinawi: Tubuh Puisi”. Pada awalnya ia cukup bimbang untuk terlibat. Menimbang waktu yang cukup singkat, baginya waktu tersebut tidak cukup untuk menulis puisi yang memerlukan riset panjang. Akhirnya tercetuslah ide untuk membuat sebuah karya instalasi dan sebuah tulisan rangkuman puisi-puisi Jokpin.
Dalam karyanya tersebut Komang Ira menggabungkan tema Membaca Jokpin dan Langgeng sekaligus. “Sesuatu bisa langgeng karena ada yang merawat. Maka saya simbolkan dengan instalasi sosok Dewi Sri, yang dalam terminologi Hindu berarti merawat,” jelas Ira. Dalam agama Hindu, Dewi Sri dianggap sebagai manifestasi dari Sri Laksmi yang merupakan dewi kesuburan, kekayaan, kemakmuran, keabadian, dan kedamaian.
Sementara itu, Imarafsah dalam karya ilustrasinya berangkat dari penggalan puisi Jokpin “Mengenang Asu” yang berbunyi “Hidup ini memang asu, anakku. Kau harus sekeras dan sedingin batu”, serta pembacaannya terhadap karya-karya di dalam buku Avontur, sebuah antologi puisi dari para anggota Jejak Imaji.
Perwujudan kehidupan yang harus ditempuh meski cobaan bertubi-tubi tertuang dalam simbol mata dan perahu yang sedang mengarungi lautan. Begitu pula waktu yang terus berjalan seiring dengan proses pembentukan diri untuk menjadi sekeras dan sedingin batu, Ima gambarkan melalui simbol jam pasir.
Kesimpulan yang cukup menarik terhadap karya-karya yang ditampilkan dalam Pameran: Membaca Jokpin diungkapkan oleh Polanco yang berperan sebagai penulis dalam pameran tersebut, bahwa Jokpin dapat dibaca melalui kepribadiannya, karyanya, hingga dibaca sebagai kata kerja. Makna ‘membaca’ pun dapat diartikan lebih luas dari yang tercantum di Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa membaca dapat diartikan lebih jauh sebagai menghidupkan dan mengekalkan.
Sebagaimana karya yang hidup ialah karya yang selalu dibaca dan dibicarakan. Hasil dari pembacaan seniman dengan latar belakang yang beragam pun menghadirkan cara baca yang beragam pula. “Dalam puisi yang mengatakan bahwa ia tidak bercita-cita menjadi penyair, melainkan puisi, maka Jokpin terbuka terhadap berbagai pembacaan atas dirinya,” tutup Polanco.
–
Reporter: Aqilah Mumtaza
Foto: Tim Dokumentasi Jejak Imaji