Membaca Joko Pinurbo dari Berbagai Medium

Michael Djayadi, Alfin Rizal, & Hasta Indriyana

Membicarakan sosok Joko Pinurbo, seorang tokoh yang begitu inspiratif dalam khazanah kesesusastraan Indonesia memang tidak akan pernah ada habisnya. Begitu pula pada acara Diskusi Sastra: Membaca Jokpin dari Berbagai Medium yang diadakan pada 25 Juli 2024 di Sekretariat Jejak Imaji, sosok Jokpin tidak hanya dibaca melalui karya-karyanya, tetapi juga kepribadiannya. Acara ini merupakan satu dari rangkaian acara pada agenda Langgeng: Perayaan 1 Dekade Jejak Imaji.

Diskusi Membaca Jokpin dari Berbagai Medium diisi oleh Hasta Indriyana dan Alfin Rizal sebagai pembicara, serta Michael Djayadi sebagai moderator. Sebagai penulis yang memiliki hubungan dekat dengan Jokpin, Hasta Indriyana banyak menceritakan hal-hal tentang Jokpin yang mungkin tidak semuanya diketahui oleh banyak orang. “Titik kepenyairan Jokpin sebenarnya telah dimulai pada tahun 1999. Ia belajar bahasa ketika bekerja sebagai editor di penerbit Grasindo. Oleh karena itu, ia sangat paham dengan linguistik, gaya bahasa, dan warna kata”, ungkap penulis buku Belajar Lucu dengan Serius tersebut.

Hasta berkelakar bahwa keyboard komputer yang digunakan Jokpin mungkin saja sudah memiliki diksi yang tepat pada setiap tombolnya, mengingat Jokpin begitu cakap merangkai kata yang mengena pada puisi-puisinya. Jokpin pandai menciptakan efek bunyi yang unik seperti pada puisi “Kamus Kecil” yang sangat populer itu.

masyarakat menyimak diskusi

.

Hasta juga mengungkap kehalusan alusi yang dilakukan Jokpin, sehingga orang-orang tidak menyadari bahwa banyak puisi Jokpin yang bersumber dari kitab suci. Meski begitu, peristiwa fiksi atau tokoh yang dihadirkan Jokpin dalam puisinya dapat digambarkan dengan baik, sehingga pembaca dapat menangkap gambaran tersebut secara konkret, seolah peristiwa tersebut telah hadir lebih dulu secara nyata di hadapan Jokpin saat proses menulis.

Berbeda dengan Hasta Indriyana yang merupakan seorang penulis, persentuhan Alfin Rizal dengan Jokpin banyak dituangkan dalam bentuk karya rupa. “Berawal pada tahun 2016-an, Jokpin menyelamatkan saya dari puisi-puisi gelap, puisi yang sulit dipahami maknanya. Ia membuat saya sadar bahwa puisi tidak harus menggunakan bahasa yang rumit,” ujar Alfin.

Ia pun mengalihwahanakan karya-karya Jokpin ke dalam lukisan untuk memenuhi tugas akhir pada bangku perkuliahan. Pada banyak kesempatan lain, Alfin sering menggunakan puisi-puisi Jokpin sebagai pemantik inspirasi dalam penciptaan karya lukisnya, meskipun isi dari puisi tersebut tidak lukiskan secara harfiah. Uniknya, Alfin mengungkapkan bahwa ia tidak pernah pusing dalam memilih warna ketika melukiskan puisi Jokpin, sebagaimana Jokpin yang bisa mengolah semua kata menjadi karya puitis.

Melalui diskusi tersebut, penonton yang hadir seolah dapat merasakan kedekatan dengan sosok Jokpin, meski tidak mengenalnya secara pribadi. Bagi seorang calon penyair, Jokpin mengajarkan bahwa persoalan bahasa harus sudah selesai dikuasai, serta tidak lupa untuk selalu menyematkan nilai dalam puisi yang diciptakan. Cerita hidup dan kepribadiannya pun dapat menjadi teladan yang dapat ditiru oleh semua orang untuk selalu membawa kebahagiaan dalam setiap kata-kata yang dituturkan.

Reporter: Aqilah Mumtaza
Foto: Tim Dokumentasi Jejak Imaji

Check Also

Armageddon: Mendengarkan Kekacauan Akhir Zaman dalam Album Perdana Horush

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *