Tulisan ini rencananya dipersiapkan untuk momen Hari Anak Nasional, 23 Juli 2024. Namun karena pimred ketiketik.com, Jemi Batin Tikal yang bertugas “ngobrol” dan mengolah hasil obrolan, mengalami sakit, sehingga tulisan ini tertunda tayang.
Meskipun telah lewat tiga pekan dari momen HAN, kami merasa, beberapa bagian dalam obrolan ini masih relevan untuk disampaikan. Pada edisi kali ini, pimred kami ngobrol dengan Ira Esmiralda. Orang yang dimaksud hingga kini masih (cukup) aktif berkegiatan literasi. Pada wilayah domestik, Ira terus mendorong anak-anaknya aktif terlibat dalam berbagai kegiatan. Pada masa yang agak jauh ke belakang, sekitar tahun 2000-an, Ira turut menginisiasi komunitas sastra, diskusi, dan kegiatan seni lainnya. Kini, anak-anak muda di pulau Bangka, masih sering mendengarkan pengalaman dan nasihatnya, terutama untuk urusan berkomunitas serta menggerakkan literasi.
Menurut kabar yang kami terima, ibu Ira Esmiralda baru saja mengantar Zakia Minang Ayu (11 tahun) ke Jakarta dalam acara Hari Anak Nasional (HAN). Boleh diceritakan lebih detail tentang acara tersebut dan kegiatan yang dilakukan Zakia.
Acara tersebut merupakan rangkaian acara Hari Anak Nasional 2024 yang puncaknya dilaksanakan pada 23 Juli 2024 di Papua. Dalam rangkaian HAN 2024 di Jakarta, tepatnya di Panggung Histeria, Dufan, Ancol, dihadiri oleh beberapa menteri, termasuk Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy. Adapun penyelenggara kegiatan tersebut adalah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Anak-anak yang hadir sebagai undangan adalah perwakilan Forum Anak dari setiap provinsi di Indonesia dan anak-anak berkebutuhan khusus dari sekolah luar biasa (SLB) di Jakarta. Namun, agaknya anak-anak dari Papua lebih banyak yang hadir. Peringatan HAN tahun ini mengangkat tema ‘Anak Terlindungi, Indonesia Maju’. Acara ini sendiri dilaksanakan pada Kamis, 18 Juli 2024 dari pagi hingga siang hari. Pada kesempatan ini Zakia menyampaikan cerita “Kisah Daun Mangga” yang ditulis oleh Erawati Heru Wardhani yang diterbitkan oleh Kemdikbudristek. Cerita ini mengisahkan tentang sehelai daun mangga tua dan kering, tapi tak ingin hidupnya hanya berakhir teronggok di tanah.
Penampilan Zakia cukup singkat hanya sekitar lima menit. Namun ia mendapat pujian dari penonton. Saat Zakia tampil menuturkan kisah, semua penonton tampak sungguh-sungguh menyimak. Penampilannya ini diarahkan langsung oleh Jose Rizal Manua yang juga membawa anak-anak dari Teater Tanah Air. Zakia Minang Ayu satu-satunya anak yang direkomendasikan oleh Kemdikbudristek untuk mengisi acara yang dilaksanakan oleh kemen PPPA itu.
Bagaimanakah metode ibu Ira dalam mengajarkan Zakia dekat dengan literasi, melatih mendongeng & tampil di depan umum?
- Membacakan buku cerita saat dia belum bisa baca
- Mendongeng
- Mengajaknya menyaksikan pertunjukan dongeng
- Mengajaknya/mendorongnya tampil di suatu acara
- Mendorongnya tampil di kamera/video (berupa vlog, dll) walau sebagian tidak dipublikasikan
- Mengajaknya diskusi sederhana terkait buku yang dibacanya
- Membelikan buku-buku yang saya anggap bagus untuknya
- Mendorongnya menulis buku harian atau menuangkan pikiran/perasaan/imajinasi dalam bentuk gambar.
Pada era modern, manusia seolah tak ada lagi tabir dengan teknologi. Begitupun anak-anak, sejak kecil sudah akrab dengan gawai, komputer, internet, dan semacamnya.
Menurut ibu Ira, apakah di masa kanak-kanak, teknologi perlu “dihindari” dulu? Semisal tidak, dari pengalaman & pengamatan bu Ira, bagaimana kiranya upaya terbaik untuk menyeimbangkan antara teknologi & kegiatan belajar, bermain, bersosialisasi anak-anak?
Menurut saya, pada era ini, hampir mustahil menghindarkan gawai dari anak-anak. Realistis sajalah, bahwa akte lahir mereka sudah dibuat dengan teknologi digital.
Orang tua hanya bisa menyeimbangkan antara gawai dengan kegiatan “manual” anak-anak. Saya melakukan strategi “tawar menawar” denga Zakia. Misalnya, Ia boleh main gawai kalau hari itu sudah membaca paling sedikit lima halaman buku, atau satu bab novel anak, atau satu cerita dari buku kumpulan cerita.
Ia juga setidaknya harus menghasilkan satu gambar atau satu lembar tulisan. Ia wajib membaca Al-Quran minimal tiga ayat dan menghafalnya setiap salat subuh. Untuk belajar, Ia sudah ikut beberapa les (bahasa Inggris dan matematika). Dulu, waktu Ia penasaran dengan olimpiade IPA, Ia juga fokus belajar, termasuk mencari informasi pelajaran lewat gawai.
Untuk urusan bermain, Zakia termasuk jarang bermain. Ia bermain di sekolah, taman pendidikan Al-Quran (TPA) dan tempat-tempat les maupun di komunitas yang diikutinya. Oh ya, salah satu metode saya mendekatkan anak dengan literasi adalah dengan membuat komunitas literasi anak. Jadi, anak saya punya kawan-kawan agar semangat berliterasi.
Menurut informasi, dulu ibu Ira cukup aktif menggerakkan literasi di pulau Bangka? Itu dimulai sejak tahun berapa & mulai berkurang aktivitas tahun berapa & kenapa? Benarkah dua penulis asal Bangka yang kini cukup dikenal dalam kancah nasional, Dea Anugrah & Sunlie Thomas Alexander, dulunya pernah berada dalam naungan bimbingan bu Ira?
Saya senang dengan kegiatan literasi (sastra khususnya) sejak kecil. Di rumah banyak buku karena orang tua saya dulunya juga senang membaca dan dapat warisan buku juga dari kakek (Ishak Lazim yang dulunya aktif dalam pergerakan kemerdekaan).
Saya mulai berani menulis dan mempublikasikan karya di media cetak lokal sekitar awal tahun 2000. Saat itulah kenal dengan Sunlie, waktu itu Ia sudah masuk kategori remaja akhir. Kemudian saya jadi guru, ketemu Dea yang waktu itu murid di SMA tempat saya mengajar. Saya (merasa) tak pernah membimbing mereka, mungkin tepatnya berproses bersama mereka dan yang lainnya.
Untuk kegiatan sasta, kami dulu pernah membikin kemah sastra di Pantai Aik Antu, Bangka, bekerja sama dengan Dinas Pariwisata Bangka, itu sekitar tahun 2006 atau 2007. Saat itu pelajar se-kabupaten Bangka diundang menjadi peserta, sekitar 100 orang. Narasumber waktu itu antara lain Hamsad Rangkuti, Sunlie, Raudal Tanjung Banua, Nur Wahida Idris, serta Zen Hae.
Jika ada kegiatan untuk anak-anak dan remaja, saya sering bagi-bagi buku koleksi pribadi. Sebelum tahun 2000, saya pernah membuka semacam taman bacaan masyarakat, namanya Warung Baca. Buku-buku yang dipajang adalah buku pribadi dan boleh dipinjam. Namun dalam perjalanannya banyak buku hilang (haha) sehingga kegiatan tersebut berhenti.
Pernah juga membuat komunitas sastra bersama kawan-kawan yang menyenangi sastra di Bangka, namanya Komunitas Pekerja Sastra Pulau Bangka tahun 2000, kemudian bubar. Tidak kapok, kami membuat lagi Komunitas Angkot Merah bersama Sunlie dan almarhum Agusnoy. Bubar juga.
Karena bandel, kami kemudian membuat komunitas sastra lagi, bernama Akar Rumput. Komunitas ini sempat jalan, tapi tak lama kemudian juga bubar karena persoalan klasik, semisal ada anggota yang kuliah ke luar pulau, menikah, maupun bekerja.
Yang terbaru, saya membuat lagi komunitas Literasi Anak Lebah. Komunitas ini diniatkan untuk Zakia agar punya kawan dalam kegiatan berliterasi. Komunitas ini berjalan, kemudian vakum untuk sementara. Penyebabnya karena dikelola seorang diri dan mengurus anak-anak tantangannya lebih besar dan menguras tenaga, sedangkan usia makin tua (haha). Tapi dengan Zakia mendongeng di acara HAN, semoga anak-anak lain jadi terinspirasi dan semangat lagi belajar.