Malam Anugerah Pemenang Sayembara Cipta Cerpen dan Peluncuran Buku Antologi Cerpen Tutur Tumurun telah dilaksanakan Selasa, 20 Agustus 2024 pukul 19.00 WIB di Panggung Terbuka Taman Budaya Yogyakarta. Sayembara Cerpen Tutur Temurun dinilai oleh dewan juri Joni Ariadinata, Naomi Srikandi, dan Satmoko Budi Santoso. Terpilih pemenang 1, 2, 3, harapan 1, dan harapan 2 dari sepuluh nomine cerpenis.
Acara penganugerahan ini dimeriahkan oleh Rubah di Selatan, Landung Simatupang berkolaborasi dengan musisi Bagus Mazasupa, dan Kopibasi. Pimred ketiketik.com berkesempatan ngobrol dengan juara 1, yaitu Dhimas Bima Shofyanto. Dhimas, panggilan akrabnya, saat ini kuliah semester lima di jurusan Aqidah dan Filsafat Islam, UIN Sunan Kalijaga.
Hallo Dhimas, salam kenal. Selamat, ya, Dhimas atas juara 1 lomba cerpen Tutur Temurun yang telah diraih.
Terima kasih banyak, Mas Jemi.
Cerpen Dhimas berjudul apa & mengapa Dhimas mengambil ide folklor tersebut?
Cerpen yang saya tulis berjudul “Ujung Terowongan”. Kebetulan, pengambilan mitos di dalamnya berawal dari selentingan Mas Paksi Raras mengenai mitos Kali Code, di acara Jelajah Kotabaru tahun lalu.
Berangkat dari selentingan itu, saya akhirnya coba mencari-cari mitos yang berada di sekitar Kali Code. Dan malah menemukan rumor mengenai adanya terowongan di bawah Kotabaru, lewat blog Jogja Undercover yang diunggah 2016 silam. Membayangkan adanya terowongan bawah tanah yang mengular di tengah-tengah kota, berhasil menarik penuh perhatian saya. Sehingga akhirnya saya memutuskan untuk menjadikan mitos ini sebagai ide utama cerita.
Dhimas asalnya kan dari Jombang. Apa kesulitan mengangkat cerita berdasarkan folklor di Jogja?
Kesulitannya adalah saya tidak begitu mengetahui daerah-daerah di Jogja sekaligus mitos yang mengelilinginya. Terlebih, mitos-mitos yang jarang diketahui oleh masyarakat luas. Sehingga riset yang saya lakukan menjadi cukup berat.
Metode riset seperti apa yang dilakukan Dhimas?
Sebelum menemukan mitos terowongan, saya sempat menanyai beberapa teman asal Jogja untuk pencarian mitos-mitos yang ada. Sayangnya, data yang saya himpun daripadanya kurang memuaskan. Sehingga, sebagian besar riset kemudian saya lakukan melalui data-data yang tersedia secara digital. Baik dalam bentuk artikel, maupun buku.
Untuk latar tempat, saya juga beberapa kali melewati Jembatan Gondolayu dan Kotabaru guna merasakan suasana yang ada di sana. Juga menjelajahinya lewat Google Maps untuk melihatnya dari sudut-sudut yang saya inginkan.
Berapa lama proses penulisan cerpen karya Dhimas? Dan setelah selesai penulisan, apakah Dhimas melakukan proses diskusi dengan orang lain?
Untuk penulisan cerpen, kurang lebih hanya memakan waktu 4 hari. Berbanding jauh dengan risetnya yang berlangsung selama 1 bulan.
Benar. Saya mendiskusikan cerpen saya dengan Cak Sule Subaweh, guru saya di Jejak Imaji, sehari sebelum pengumpulan cerpen.
Menurut informasi yang saya terima, Dhimas sedang ikut kelas cerpen di Jejak Imaji, ya? Sudah berapa lama mengikuti kelas tersebut & siapa mentornya?
Betul, saya mengikuti kelas cerpen di Jejak Imaji.
Kalau tidak salah, sudah berjalan sekitar 3-4 bulan. Di kelas, saya bersama beberapa orang lain dibimbing oleh Cak Sule Subaweh, selaku mentor yang mengampu kelas cerpen.
Oh, ya, dalam perlombaan cerpen Tutur Temurun ini, penilaian tak hanya berdasarkan tekstual saja, tetapi ada juga penilaian presentasi. Boleh diceritakan mekanisme presentasinya seperti apa?
Sebelum presentasi, para peserta 10 besar terlebih dahulu dikumpulkan di satu tempat. Untuk kemudian dipanggil satu-satu ke Ruang Rapat Taman Budaya Yogyakarta.
Saat presentasi, para peserta menjelaskan mengenai proses kreatif penulisan cerpen. Mulai dari riset folklor yang menjadi bahan cerita, sampai cara mentransformasi folklor tersebut menjadi sebuah cerpen. Setelahnya, ada juga pertanyaan yang dilemparkan oleh dewan juri seputar materi presentasi.
Baik, terima kasih Dhimas telah bersedia ngobrol bersama redaksi ketiketik.com
Terima kasih juga atas kesempatan yang sudah diberikan
Foto: Dokumentasi Imarafsah Mutianingtyas